Oleh: Ustadz Abu Mahir Nanang Zakaria,S.Pd.I
Para pembaca
muslim yang dirahmati Allah Ta’ala. Sombong adalah sikap merasa tinggi dan
meyakini bahwa dirinya besar, berada di atas orang lain, dia mempunyai
kelebihan dari orang lain. Maka orang yang kaya akan merasa sombong manakala ia
menganggap bahwa dirinya mempunyai kelebihan atas orang lain, sehingga ia
meremehkan dan merendahkan orang lain. Seseorang yang
memiliki kedudukan dan jabatan juga akan merasa sombong jika ia menganggap
bahwa dirinya berada di atas orang lain, sehingga ia meremehkan dan merendahkan
orang lain. Seorang ‘Alim yang mempunyai banyak ilmu pun bisa saja terkena
penyakit sombong. Untuk itulah hendaknya kita berhati- hati agar kita terhindar
dari sifat ini. Karena sifat sombong merupakan sifat iblis. Sebagaimana yang
Allah terangkan di dalam Al-Qur’an:
“Dan (ingatlah) ketika Kami
berfirman kepada Para Malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam," Maka
sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan sombong dan adalah ia Termasuk
golongan orang-orang yang kafir.” (Al-Baqarah [2]:34)
Sombong
merupakan sifat tercela yang harus dihindari oleh setiap muslim. Sombong juga
merupakan sifat para penghuni Neraka. Untuk itulah Allah dengan tegas melarang
manusia untuk berlaku sombong di dunia ini. Sebagaimana dibeberapa firman-Nya:
Artinya:”Negeri akhirat itu, Kami
jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat
kerusakan di (muka) bumi. dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang
yang bertakwa.” (Al-Qashash [28]: 83)
Artinya: “Dan janganlah kamu berjalan
di muka bumi ini dengan sombong, karena Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak
dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung.”
(Al-Isra’ [17]: 37)
Artinya: “Dan janganlah kamu
memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di
muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
sombong lagi membanggakan diri.” (Luqman [31]: 18)
Rasulullah
shallaLlahu alaihi wasallam membagi sombong menjadi dua, yakni sombong terhadap
kebenaran dan sombong terhadap manusia. Sebagaimana diterangkan dalam sebuah
hadits:
عن
عبد الله بن مسعود رضي الله عنه، عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: لا يدخل الجنة
من كان في قلبه مثقال ذرة من كبر فقال رجل : إن الرجل يحب أن يكون ثوبه حسنا ونعله
حسنا قال: إن الله جميل يحب الجمال، الكبر بطـر الحق وغمط النـــاس (رواه مسلم)
Dari Abdullah bin Mas’ud
radhiyaLlahu anhu meriwayatkan dari Nabi shallaLlahu alaihi wasallam bersabda:
Tidak akan masuk surga barangsiapa di dalam hatinya terdapat kesombongan sebesar
biji sawi. Seseorang bertanya: Sesungguhnya ada seorang lelaki yang senang
bajunya bagus dan sandalnya bagus. Beliau menjawab: Sesungguhnya Allah Maha
Indah dan menyukai hal-hal yang indah. Sombong itu adalah menolak kebenaran dan
merendahkan orang.
(HR. Muslim)
Dari hadits di atas Rasulullah
shallaLlahu alaihi wasallam menjelaskan bahwa, seseorang yang di dalam hatinya
masih tersisa kesombongan walaupun sekecil biji sawi atau yang lebih kecil
daripada itu ketika ia meninggal dunia, ia tidak akan dapat masuk surga,
kecuali setelah ia disiksa di Neraka sehingga hilanglah dosa kesombongannya.
Dari hadits di atas juga dapat kita
ketahui bahwa sombong itu terbagi menjadi dua yakni, Sombong kepada kebenaran
dan sombong terhadap manusia.
Seseorang
yang suka memakai pakaian yang bagus, sepatu atau sandal yang bagus, kita tidak boleh menilainya bahwa orang tersebut
sombong, karena islam mengajarkan kepada umatnya untuk senantiasa menjaga
penampilan. Karena Allah itu Maha Indah dan menyukai hal-hal yang indah Kecuali
jika ia memakai pakaian yang bagus dengan tujuan pamer kepada orang lain atau
agar disanjung oleh orang lain, maka ia telah berlaku sombong. Namun begitu
kita tetap tidak diperkenankan untk menilai orang dari sisi lahiriah.
Sombong
kepada kebenaran maksudnya adalah seseorang yang menolak dan tidak mau menerima
kebenaran. Hal ini terjadi ketika ia merasa bahwa dirinya memiliki kelebihan
atas orang lain. Seseorang tidak mau menerima kebenaran atau menolak kebenaran
karena ia merasa lebih kaya, lebih tinggi derajat dan jabatannya, serta lebih
banyak ilmunya, sehingga ia merasa jika ia menerima kebenaran dari orang yang
menurutnya rendah akan menurunkan derajatnya. Maka islam mengajarkan kepada
kita “lihatlah apa yang disampaikan, jangan melihat siapa yang menyampaikan.”
Adapun sombong kepada manusia maksudnya adalah ia menganggap remeh dan
merendahkan orang lain, karena ia merasa bahwa dirinya memiliki kelebihan atas
orang lain.
Rasulullah
shallaLlahu alaihi wasallam menyampaikan bahwa orang yang sombong merupakan
penghuni neraka. Sebagaimana dalam sebuah hadits diterangkan:
عن
حــار ثة بن وهــب رضي الله عنه قال سمعتُ رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول :
ألا أخـبركم بأهل النار؟ كل عتل جواظ مستكبر (متفق عليه)
Dari Haritsah bin Wahab
radhiyaLlahu anhu dia berkata: Saya pernah mendengar Rasulullah shallaLlahu
alaihi wasallam bersabda: Maukah kalian aku beritahu tentang penghuni neraka?
Mereka adalah orang yang kaku dan kasar, berakhlak sangat buruk dan sombong. (Muttafaq
alaihi)
Balasan bagi orang yang sombong adalah
neraka sebagaimana hadits di atas. Maka para pembaca Muslim yang di rahmati
Allah Ta’ala marilah kita berusaha untuk tidak berlaku sombong. Ingatlah bahwa
segala karunia yang ada pada diri kita semata-mata pemberian dari Allah Ta’ala.
Sekaya apapun seseorang, ketika ia lahirpun tidak membawa apa-apa bahkan ketika
ia meninggal dunia pun hartanya tidak akan ikut dibawa dan tidak akan
bermanfaat baginya. Sebagaimana Allah berfirman
“Dia mengira bahwa hartanya itu
dapat mengkekalkannya, sekali-kali tidak! Sesungguhnya Dia benar-benar akan
dilemparkan ke dalam Huthamah.”(Al-Humazah [104]:3-4)
Setiap
kenikmatan dan karunia yang ada pada diri seseorang merupakan pemberian dari
Allah Ta’ala. Untuk itu jika kita diberi kelebihan oleh Allah Ta’ala atas orang
lain, baik berupa kelebihan harta, jabatan, pangkat atau ilmu hendaknya kita
tetap bersikap tawadhu’ (rendah hati). Karena sikap tawadhu’ merupakan obat
agar terhindar dari sifat sombong.
“Sesungguhnya Allah telah mewahyukan
kepadaku agar kalian bertawadhu’ hingga tidak ada seseorang pun yang
membanggakan diri di hadapan orang lain, dan tidak ada seorangpun yang berlaku
aniaya terhadap lainnya.”(HR. Muslim). Allahu A’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar