Diberdayakan oleh Blogger.

Translate


RSS

Kamis, 27 Oktober 2011

DEBAT ROK MINI

Antara “Postmodern” dan Aurat Wanita

 
Jum'at, 23 September 2011

Oleh: Kholili Hasib
PADA hari ahad (18/09/2011), anggota Perkumpulan Pembela Hak Perempuan mengadakan aksi di Bundaran Hotel Indonesia (HI) untuk  memprotes pernyataan Gubernur DKI, Fauzie Bowo, tentang himbauan tidak memakain rok mini bagi perempuan.
Pernyataan Fauzie Bowo (Foke)  itu dilatarbelakangi terjadinya kasus pemerkosaan di angkot beberapa hari lalu. Ia menghimbau agar penumpang wanita tidak menggunakan pakaian mini saat berada di angkutan umum agar tidak mengundang reaksi negatif.
Pernyataan tersebut mengundang reaksi keras kaum liberal dan feminisme.  Aktivis pro feminisme meyakini bahwa pakaian minim adalah hak asasi perempuan.  Sehingga mereka tidak terima jika pakaian minim dikaitkan dengan penyebab pelecehan terhadap wanita
Ulil Abshar Abdallah, aktivis Jaringan Islam Liberal (JIL) Indonesia di antara yang ikut mendukung aksi mereka. Menurutnya himbauan untuk menurutup aurat wanita merupkan cerminan pemikiran konservatif.
"Buat saya, memandang masalah pakaian melulu dari moral dress code (kode berpakaian) agama, itu terlalu sempit. Karena kemajuan masyarakat modern itu tercermin dalam keragaman cara berpakaian terutama di kalangan perempuan," katanya. (hidayatullah.com 22/09).
Pernyataan-pernyataan Ulil dan aktivis Perkumpulan Pembela Hak Perempuan tersebut menunjukkan mereka penganut paham yang disebut “Postmodern”. Disebut  postmodern sebab filsafat postmodern dijadikan sebagai ‘akidah’-nya.
Prinsip Curiga
Islam model postmodern (posmo) ini diusung oleh pemikir Liberal asal Aljazair, Mohammed Arkoun. Penganutnya dapat disebut “Moslem Postmodernism”.  Ciri khas Islam model itu adalah; kesetaraan, humanis-sekular, dualisme, anti otoritas, hukum Islam relative, anti universalisme, menolak pengetahuan non-empiris dan pluralisme.
Model-model begitu sesungguhnya telah lama bercokol di Barat. Akan tetapi dalam dunia Islam, model Islam itu mencuat setelah muncul gerakan Liberalisasi di dunia Arab.
Islam model postmo ini dikenalkan oleh Mohammed Arkoun pada sekitar tahun tujuh puluhan. Arkoun termasuk pengagum berat filsafat postmodern. Dibanding dengan tokoh liberal lainnya, ia sangat gandrung dengan epistemologi  postmo.
Studi Islamnya dinamakan Islamologi Terapan (al-Islamiyyat al-Tathbiqiyyah). Dan ciri utamanya menggunakan metode dekonstruksi. Yakni  dekonstruksi teologi dan dekonstruksi syari’ah.
Dalam islamologi terapan, konsep totalitas dan universalime Islam dihapus. Hak dan batil dirobohkan. Tidak ada hukum yang pasti. ‘Syari’ahnya’ adalah humanisme. Hukum Tuhan didiskualifikasi. Humanisme-sekuler diangkat menjadi otoritas penentu nilai.
Asumsinya, ayat-ayat hukum dalam al-Qur’an mengandung mitos, sebagaimana kitab Injil kaya dengan mitologi. Di samping itu, hukum-hukum fikih dan tafsir dinilai bias ideologis dan politis.
Maka dari itu, “postmodern” menolak kemapanan hukum. Semua hukum Islam seolah berkepentingan menindas kaum minoritas dan lemah.
Kecurigaan berlebihan kepada mayoritas dan kaum lelaki adalah ciri khas lainnya.
Perasaan itu bersumber dari epistemologi filsafat postmodern, yaitu dekonstruksi oposisi binner. Oposisi binner, mulanya terapan linguistik strukturalis, ditolak dengan alasan memelihara konsep totalitas dan keberpihakan kepada kaum mayoritas atau pihak yang dianggap kuat.
Beginilah jika epistemologi yang diterapkan salah alamat alias salah sasaran. Linguistik post-struktrualis oleh para filsuf mulanya diterapkan dalam bidang sastra dan seni.
Linguistik post-struktrualis itu lantas oleh para cendekiawan liberal diterapkan ke dalam agama. Akibatnya, agama layaknya fenomena bahasa. Tidak ada kaitan dengan hal-hal non-empiris. Berubah-ubah, seperti halnya ejaan bahasa yang bisa berubah.
Konsep oposisi binner tersebut dianggap menimbulkan pemikiran yang berpotensi untuk menguasai. Oleh sebab itu, semua harus dibongkar (didekonstruksi) oleh mereka.
Dalam urusan pakaian, misalnya, hukum pernikahan dan hal-hal terkait lainnya, kecurigaannya selalu dialamatkan kepada lelaki.
Jika aurat lelaki lebih terbuka kenapa wanita tidak terbukan seperti laki-laki, begitu istilah mereka. Jika lelaki bebas keluar kenapa wanita dibatasi harus didampingi mahram.
Logika-logika ini adalah sesungguhnya logika kaum postmodern. Di mana pandangan hidupnya sama sekali tidak terkait dengan Tuhan. Tuhan dalam pikiran manusia dalam bahasa John Hick adalah ‘the real phenomenon’, tidak absolut.
Muhammad Syahrour, pemikir Liberal Arab lainnya asal Suriah, adalah pengusung aliran postmo yang paling getol mendekonstruksi konsep aurat wanita. Bahkan dalam teori batas minimal (nadzariyyat hudud) mengatakan bahwa batas minimal aurat wanita yang wajib ditutup adalah payudara, ketiak dan dubur-qubul saja.
Karena teologi didiskualifikasi dalam fikih, dibuang dalam epistemologi, maka “postmodern” justru jatuh kepada eksklusivisme.
Eksklusivisme itu muncul karena perjalanan akidah postmodernisme selalu berdiri secara konfrontatif dengan akidah dan hukum Islam. Kemunculannya memang sangat mencurigai doktrin agama. Kecurigaan berlebihan ini menimbulkan reaksi radikal.
Maka, ketika para pengikut ‘madzhab’ postmodern ini membela diri, mereka selalu bertindak radikal atau mengeluarkan pernyataan yang menukik agama. Dalam demo menolak himbauan memakai pakaian sopan beberap waktu lalu, aktifis Perkumpulan Pembela Hak Perempuan justru menunjukkan pakaian-pakaian minim bahkan ada yang berlebihan minimnya. Meneriakkan yel-yel menyalahkan laki-laki.
Ulil pun bersuara, ia menyebut pihak yang membela aurat muslimah diksebut kaum konservatif. Mirip komentar pengusung Postmodern, Mohammad Arkoun, yang menyebut kaum ortodok  tradisionali untuk mereka yang mengusung kebenaran universal dan ketetapan hukum Islam.
Karena menolak kemapanan itu, sesungguhnya tidak ada kepastian yang diperjuangkan pengusung postmodernisme tersebut. Epistemologinya hanya mencapai tataran syakk dan spekulatif. Jika yang disebut itu liberal saat ini, maka sesungguhnya mereka bukan lagi penganut modernisme tapi postmodernisme.
Oleh sebab itu, bagaimana mungkin mengamalkan pengetahuan agama yang masih dalam tataran tidak pasti.  Akan tetapi pengusung Postmodernisme tidak mempersoalkan pengetahuan agama yang tidak pasti itu, baginya kehancuran agama bukan problem, sebab semangatnya adalah humanisme-sekular.
Adalah wajar jika Ulil dan para pembela rok mini tidak mempermasalahkan aurat. Sebatas minim apapun bagi mereka bukan problem sosial. Karena memang sudah mendiskualifikasi norma hukum dalam pandangan hidup mereka. Maka dari itu, problem sosial sesungguhnya dipicu oleh ‘madzhab’ postmodern ini, sebab mereka ini adalah kelompok-kelompok yang sesungguhnya  anti kemapanan.*

Penulis adalah Mahasiswa Pasca Sarjana Istitut Studi Islam Darussalam Gontor Ponorogo

Di unduh dari Hidayatulloh.com


Selasa, 25 Oktober 2011

Islam di Korea Selatan


Geliat Islam Di Korea Selatan

Komunitas Muslim di Korea Selatan adalah komunitas yang kaya dengan keberagaman latar belakang etnis dan budaya. Komunitas Muslim di negeri yang mayoritas penduduknya beragama Budha ini, kebanyakan adalah para pekerja asing dan imigran dari berbagai negara Muslim, terutama dari kawasan Asia Tenggara dan Asia Selatan.
Sementara orang-orang asli Korea yang Muslim, kebanyakan adalah keturunan dari para mualaf yang masuk Islam saat berlangsung Perang Korea. "Di sini adalah beberapa orang Korea. Yang lainnya berasal dari Indonesia, Malaysia dan Uzbek. Ada juga beberapa Muslim asal AS. Muslim disini sedikitnya berasal dari 12 sampai 14 negara di dunia," kata Haseeb Ahmad Khan, pengusaha asal Pakistan yang sudah 10 tahun tinggal di Korea Selatan.
Menurut Haseeb, jumlah Muslim di Korea Selatan terus bertambah, terutama di kota besar seperti Busan. Muslim di kota ini sudah membuka sekolah Islam sendiri. "Meski sekolahnya kecil, cukup untuk mengakomodasi anak-anak mereka untuk mendapatkan pendidikan yang Islami," ujar Haseeb.
Data dari Korea Muslim Federation (KMF) yang didirikan sejak tahun 1967 menyebutkan, jumlah Muslim di Korea Selatan sekarang ini mencapai 120.000-130.000 orang, terdiri dari Muslim Korea asli dan para warga negara asing. Jumlah orang Korea asli yang Muslim sekitar 45.000 orang, selebihnya didominasi pekerja migran asal Pakistan dan Bangladesh.
Sebagai kelompok masyarakat minoritas, masjid menjadi tempat penting bagi Muslim Korea Selatan untuk saling bertemu dan bersilahturahim. Sepuluh tahun yang lalu, belum banyak masjid di negara ini. Tapi sekarang, masjid-masjid sudah banyak tersebar hampir di seluruh kota besar di Korea Selatan. Masjid terbesar adalah Masjid Sentral Seoul yang berlokasi di distrik Itaewon.
"Kami punya lebih dari 10 masjid di kota-kota besar seperti Gwangju, Busan dan Daegu. Masjid di sini bukan sekedar tempat salat tapi juga tempat berkumpul komunitas Muslim, terutama usai salat Jumat. Mereka saling bercerita dan mendengarkan satu sama lain," imbuh Haseeb.
"Contohnya, jika ada jamaah yang sakit, mereka bersama-sama datang menjenguk ke rumah sakit. Atau, jika ada yang butuh pertolongan, mereka akan mencari cara untuk bisa memberikan bantuan," sambung Haseeb.
Masjid juga menjadi pusat informasi bagi warga Korea yang ingin belajar Islam. Masjid-masjid di Korea Selatan menyediakan bahan-bahan bacaan dan audio yang diberikan gratis buat mereka yang ingin mempelajari Islam.
Sekolah Islam pertama di Korea Selatan rencananya akan dibuka bulan Maret ini. Sekolah itu dibiayai lewat dana hibah dari pemerintah Arab Saudi. Tahun 2008 lalu, Duta Besar Saudi di Seoul sudah menyerahkan dana sebesar 500.000 dollar pada KMF untuk biaya pembangunan sekolah.
Sebagai penghargaan atas bantuan Saudi, sekolah tersebut rencananya akan menggunakan nama putera mahkota Saudi Pangeran Sultan Bin Abdul Aziz. Sekolah ini juga akan menerima siswa non-Muslim. Selain memberikan mata pelajaran berdasarkan kurikulum pendidikan di Korea, sekolah yang dibiayai Saudi ini juga akan memberikan pelajaran tambahan berupa bahasa Arab, bahasa Inggris dan studi Islam.
Selain sekolah Islam, sejak tahun 2008 lalu, juga dibangun pusat kebudayaan Islam di kota Seoul. Dengan adanya sekolah dan pusat kebudayaan Islam ini, diharapkan bisa memperluas syiar Islam di Korea Selatan sekaligus meluruskan informasi-informasi bias tentang Islam dan Muslim yang diterima oleh masyarakat negeri itu.(ln/iol)

Kaum Muslimin Ambon alami diskriminasi hukum

M. Fachry
Ahad, 23 Oktober 2011 17:34:36
Hits: 2588
AMBON (Arrahmah.com) – Masih adanya diskriminasi hukum terhadap kaum Muslimin di Ambon menjadi akar masalah konflik di Ambon tidak kunjung selesai dan pemicu timbulnya terorisme. Beberapa kejadian berikut ini bisa menjadi contoh bagaimana keadilan hukum belum didapatkan oleh kaum Muslimin Ambon, sebagaimana dituturkan oleh Koresponden Arrahmah.com langsung dari TKP
Selalu ada diskriminasi untuk Muslim Ambon
Kaum Muslimin Ambon selalu mendapatkan diskriminasi hukum oleh para aparat penegak hukum atau polisi di Ambon, dari dulu hingga kini. Peristiwa terbaru yang bisa menjadi contoh adalah pada kasus penyerangan Kampung Waringin Ambon oleh pihak Kristen. Hingga saat ini, aparat kepolisian belum bisa menangkap aktor intelektual dan pelaku penyerangan Kampung Waringin Ambon yang menyebabkan 8 orang Muslim tewas, seratus orang lebih Muslim terluka, dan ratusan rumah milik kaum Muslimin hangus terbakar.
Sementara itu masih dalam suasana konflik pada tanggal 3 Oktober 2011, polisi Polres Ambon menangkap seorang pemuda Muslim bernama Ibrahim karena memukul pemuda Kristen yang mabuk di daerah Muslim. Sampai hari ini pelaku alias Ibrahim masih ditahan dan dikenakan pasal penganiayaan dengan ancaman hukuman minimal 6 bulan.
Dari dua kejadian bisa dibandingkan betapa polisi Polres Ambon begitu cepat menangkap dan memberikan hukuman jika pelakunya adalah seorang Muslim, dan menjadi begitu lambat untuk mengungkap apalagi memberikan hukuman jika para pelakunya adalah pihak Kristen. Ini jelas diskriminasi!
Peristiwa kedua adalah pasca penyerangan pemukiman Muslim di Jalan Baru, polisi menangkap 5 warga Muslim Jalan Baru untuk dijadikan saksi. Namun bersamaan dengan itu polisi tidak menangkap pelaku atau memeriksa saksi dari pihak Kristen Pohon Pulle atas kejadian pembakaran 3 bangunan milik kaum Muslimin.
Padahal sangat jelas bahwa para pelaku penyerangan dan pembakaran berasal dari kawasan Pohon Pulle. Apakah polisi tidak cukup bukti untuk melakukan penyidikan? Padahal penahanan terhadap Ibrahim, pelaku pemukulan pemuda Kristen yang mabuk juga tidak disertai alat bukti dan saksi. Inikah keadilan hukum di negara yang katanya menjunjung tinggi hukum?
Serangan Kristen kepada rombongan jama’ah haji
Peristiwa lain yang paling “memilukan dan memalukan” terjadi pada bulan Mei 2005. Ya, memilukan bagi rasa keadilan kaum Muslimin Ambon dan memalukan bagi wajah hukum di negeri ini.
Pada pertengahan bulan Mei 2005 terjadi penangkapan terhadap 20 orang lebih pemuda Muslim Ambon yang disebut sebagai teroris. Mereka dituduh sebagai pelaku tindak kekerasan terhadap kaum nasrani di Maluku selama tahun 2005.
Padahal, apa yang mereka lakukan adalah reaksi pembalasan atas peristiwa penembakan rombongan jama’ah haji yang pelakunya adalah seorang oknum polisi Kristen bernama Otnil Layaba alias Otis. Peristiwa penembakan rombongan haji tersebut menewaskan seorang Muslim bernama Ismail Pellu (35 tahun). Oknum polisi Kristen ini divonis 4 tahun penjara dan diproses hukum dengan KUHP. Sudah 3 tahun ini oknum polisi tersebut bebas dan kembali berdinas sebagai polisi di Polres Ambon.
Peristiwa penembakan jama’ah haji ini pun direkayasa oleh kepolisian sebagai kecelakaan lalu lintas. Padahal di tubuh korban Ismail Pellu ditemukan luka tembak dan proyektil. Rekayasa inilah yang mengecewakan kaum Muslimin dan membuat marah keluarga besar korban. Akumulasi kekecewaan dan kemarahan inilah yang kemudian dilampiaskan dengan tindakan kekerasan berupa penyerangan ke beberapa wilayah Kristen.
Maka kemudian terjadilah kasus penyerangan Karaoke Villa, pelemparan granat di kampung Kristen Lateri dan pelemparan granat ke dalam angkutan umum milik orang Kristen. Ketika kasus-kasus kekerasan itu terungkap dan para pelakunya tertangkap oleh polisi, maka tindak kekerasan tersebut dikategorikan tindak pidana terorisme dan pelakunya disebut teroris dengan dijerat UU Nomer 15 tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Dalam penangkapan dan penyidikan para pelaku juga mengalami penyiksaan yang sangat keji dari anggota Detasemen 88 Polda Maluku. Polisi Polres Ambon yang didominasi oleh pihak Kristen tidak mau melepaskan pelaku dengan alasan dia warga luar Ambon yang datang pada saat Ambon sedang terjadi konflik.
Para pelaku kasus-kasus tersebut akhirnya divonis antara 4 tahun sampai seumur hidup, sebagian besar dari para pelaku sampai sekarang masih berada di penjara. Mereka disebut teroris karena barang bukti yang didapatkan ada senjata api dan bom.
Bandingkan dengan kasus berikut! 4 bulan setelah penangkapan 20 pemuda Muslim yang disebut teroris, tepatnya pada bulan September 2005, polisi menangkap 3 orang Kristen dari desa Passo yang membawa senjata api semi otomatis merk Getmi buatan Australia.
Ketiga orang tersebut adalah Paulus Naksaya (40), Agustinus Latureka dan Yohanes Loupaty. Dari tangan ketiganya juga disita satu peti peluru. Ketika ditangkap mereka beralasan senjata tersebut dipakai untuk berburu babi. Mereka dijerat dengan Undang-Undang Darurat dan hanya divonis 4 bulan penjara. Aneh!
Bandingkan pula dengan para pemuda Muslim yang tinggal di Batu Merah yang divonis 7 tahun penjara karena menyimpan beberapa buah bom rakitan. Inilah bukti nyata terjadinya diskriminasi hukum kepada kaum Muslimin di Ambon dan menjadi akar masalah konflik yang tak kunjung selesai. Selain itu, diskriminasi hukum kepada kaum Muslimin juga menjadi pemicu tindakan terorisme. Jadi siapakah sebenarnya yang menciptakan para teroris yang ada di Ambon? Perjuangan kaum Muslimin Ambon masih panjang dan berat untuk bisa menikmati keadilan yang sesungguhnya. Wallahu’alam bis showab!
(M Fachry/arrahmah.com)

Senin, 24 Oktober 2011

Dapatkah Libya Menjadi Negara Islam

Semua negara Arab dan Afrika Utara mengalami perubahan pollitik, terjadi sirkulasi (pergantian) kekuasaan. Para penguasa lama yang sudah berkuasa dalam kurun waktu yang panjang, akhirnya mereka harus turun. Diturunkan rakyatnya.
Tunisia, Mesir, dan  Libya telah terjadi transformasi kekuasaan, dan sekarang memasuki fase baru. Dari rezim-rezim yang otokratis ke arah demokrasi. Pemilu menjadi agenda kedua setelah terjadi perubahan politik, dan dilanjutkan dengan penyusunan konstitusi baru.
Persoalannya bagaimana corak pemerintahan yang datang di sejumlah negara Arab, di masa yang akan datang. Dapatkah kekuatan Islam menjadi alternatif baru?
Di hampir semua negara Arab dan Afrika Utara, selama berkuasanya rezim-rezim yang otokratis, sistem yang berlaku adalah sistem sekuler. Kekuatan Islam yang ada selalu ditindas, dan tidak diberi kesempatan oleh rezim yang berkuasa. Sampai terjadi perubahan politik, melalui sebuah revolulsi dan pemberontakan bersenjata seperti yang terjadi di Libya.
Selama rezim-rezim otokratis berkuasa, yang hidup dan eksis adalah kekuatan politik sekuler, yang memang menjadi perpanjangan tangan rezim. Mereka menjadi alat rezim yang berkuasa, sembari menindas kekuatan Islam. Nilai-nilai Islam direduksi. Sampai ke titik nol. Rezim-rezim yang berkuasa di dunia Arab dan Afrika Utara itu, menolak dan memerangi prinsip-prinsip Islam, yang diperjuangkan oleh Gerakan Islam.
Sekarang berlangsung pemilihan di Tunisia, Mesir, dan ke depan Libya, juga akan melangsungkan pemilihan.
Tentu, persoalan yang paling pokok, adakah kekuatan sekuler dan Barat, yang sekarang terlibat dalam perubahan memberikan ruang secara "fair" bagi Gerakan Islam, memberlakukan sistem Islam?
Di Tunisia kekuatan kaum sekuler melalui partai-partai politik, menyerang Partai An-Nahdhah, sebagai kekuatan teroris. Menuduh Rashid Ghannaoushi sebagai ancaman, dan itu mereka lakukan melalui kampanye. Bahkan, di tengah-tengah berlangsungya pemungutan suara pun, sejumlah anggota dari partai sekuler, meneriakkan cemoohan kepada Ghannoushi, agar kembali ke London, dan menyebutnya sebagai teroris.
Di Mesir pertarungan lebih sengit antara kekuatan Islamis dengan sekuler. Mereka menolak kekuatan politik Islamis, yang sekarang ikut dalam kontes pemilu, yang diwakili Partai Keadilan dan Kebebasan, yang didirikan Jamaah Ikhwanul Muslimin, di Mesir. Kaum sekuler yang diwakili Partai Wafd, menuduh Partai Keadilan dan Kebebasan sebagai ancaman masa depan Mesir.
Konflik Islam dan Kristen yang akhir-akhir berlangsung di Mesir, hanyalah sebuah "cara" (uslub), kekuatan-kekuatan yang ingin mendiskriditkan kekuatan Islam, yang dituduh tidak toleran dan mengancam golongan minoritas. Karena itu, di Mesir suhu politik meningkat menjelang pemilu.
Tentu, yang sangat menarik pernyataan Ketua Dewan Transisi Nasional (NTC) Mustafa Abdul Jalil, yang menegaskan, bahwa Tunisia bangsa Muslim, dan akan menegakkan syariah Islam, termasuk yang terkait dengan poligami", cetusnya. Jalil, menambahkannya, "Akan membatalkan semua aturan dan hukum yang bertentangan dengan hukum Islam", tegasnya.
Kekuatan sekuler yang ada di semua negara-negara Arab, dibelakangnya adalah Barat, yang mereka mempunyai kepentingan yang dalam di negeri-negeri Muslim. Sejak penjajahan mereka menjelang abad ke l9, sampai sekarang mereka tidak ingin melepaskan hegemoninya, dan masih terus akan mencengkeram kaum Muslim di dunia Islam.
Kaum sekuler menjadi represantasi kepentingan Barat, yang ingin terus melanggengkan jajahan mereka di negeri-negeri Muslim. Dengan terus menjaga kaum sekuler, dan melenggengkan mereka, dan mereka akan tetap menjadi perpanjangan tangan kepentingan Barat.
Perang dan revolusi baru saja usai, tetapi sekarang memasuki tahapan baru, perang dan revolusi menghadapi kaum sekuler, yang menjadi perpanjangan tangan Barat.
Tentu perang dan revolusi dalam bentuk perang dan revolusi yang lain, sudah tidak menggunakan senjata, tetapi perang dan revolusi beralih di parlemen. Dapatkah kekuatan Islam mewujudkan keinginannya? Menjadikan Islam sebagai sistem dan aturan serta undang-undang di setiap negeri Muslim. Bukan lagi menegakkansistem, aturan dan undang-undang sekuler, yang merupakan alat kepentingan Barat.
Sayangnya, seringkali kekuatan-kekuatan Gerakan Islam  jarang yang kuat dan istiqomah, memegang amanah Allah, menegakkan dinul haq, serta menegakkan sistem Islam, yang merupakan wujud dari "syumuliyatul Islam",  kemudian mereka menyerah dan berlaku pragmatis, dan mengganti nilai-nilai Islam yang mulia itu dengan kekuasaan.
Mereka takut dengan kaum sekuler yang mendapatkan dukungan Barat, dan kemudian mereka merubah prinsip perjuangan mereka, dan menggantinya dengan prinsip-prinsip sekuler dan nasionalisme, yang sesuai dengan keinginan dan kepentingan Barat.
Maka, jika ini yang terjadi, seluruhnya akan menjadi sia-sia perjuangan mereka, yang sudah mengorbankan begitu banyak nyawa dan darah. Tetapi, kemudian para pemimpinnya menggadaikan prinsip-prinsip yang menjadi dasar perjuangan mereka.
Semoga kita masih dapat berharap kepada Gerakan Islam yang ada di seluruh negara Arab dan Afrika Utara, agar tidak larut dalam kekuasaan dan masuk dalam jeratan strategi kaum sekuler dan Barat.
Kemudian, partai-partai Islam seperti barang di "etalase", yang hanya indah dilihat, tetapi tidak memiliki arti apa-apa. Semoga. Wallahu'alam.
Diunduh dari eramuslim.com.

Jumat, 21 Oktober 2011

Kematian Tragis Khadafi Ulah Siapa?

Detik-detik Tewasnya Muammar Khadafi

Saat diseret dari pipa drainase, Khadafi masih bernyawa. Tapi kemudian ia tewas.

Jum'at, 21 Oktober 2011, 08:54 WIB
Elin Yunita Kristanti
VIVAnews - Spekulasi yang menyatakan Muammar Khadafi lari keluar negeri, terbukti omong kosong. Mantan penguasa Libya itu membuktikan ucapannya: tak akan menyerah dan memilih mati di tanah airnya sendiri.

Penyerbuan tentara Transisi Nasional Libya (NTC) yang didukung NATO di kota kelahirannya, Sirte, mengakhiri hidup Khadafi. Rekaman video dan keterangan saksi mata mengungkap kisah dramatis akhir hidup sang Singa Afrika.

Berikut tiga bagian kronologi tewasnya Khadafi:

Serangan udara
Sesaat sebelum salat subuh, Kamis 20 Oktober 2011 waktu Libya, Khadafi dikelilingi beberapa lusin pengawal setianya, termasuk komandan angkatan bersenjatanya, Abu Bakar Jabr Younus, pergi ke luar Sirte.
Khadafi menuju wilayah barat. Dia dikawal konvoi 15 truk bersenjata. Namun, ia tak sampai pergi jauh. NATO mengatakan, salah satu pesawatnya memergoki dan menyerang konvoi itu sekitar pukul 08.30 waktu setempat.

Gerald Longuet, Menteri Pertahanan Prancis, belakangan mengkonfirmasi, serangan udara yang menyebabkan 15 truk hancur lebur dan menewaskan 50 pengikut loyal Khadafi itu dilakukan oleh angkatan udara Prancis.

Namun, serangan tersebut tak menewaskan Khadafi. Bersama segelintir anak buahnya, ia menyelamatkan diri dan terlihat berlari di antara pepohonan menuju jalan utama. Khadafi lalu bersembunyi di dua pipa drainase besar.

Penangkapan Khadafi
Khadafi dan para pengawalnya mencoba melarikan diri dari kejaran tentara NTC. Namun, mereka berhasil dipergoki.

"Salah satu orang Khadafi keluar dari persembunyian sambil melambaikan senapannya dan berteriak menyerah. Namun, saat ia melihat wajahku, ia justru melepaskan tembakan," kata salah satu tentara NTC, Saleem Baker, kepada Reuters.

Diduga, Khadafi meminta mereka berhenti menembak. "Tuan saya di sini, tuan saya ada di sini. Muammar Khadafi ada di sini dan dia terluka," kata Bakeer menirukan ucapan seorang anak buah Khadafi.

Tentara NTC lalu masuk ke dalam pipa dan menyeret Khadafi keluar. Khadafi yang terluka hanya berkata lirih, "Ada apa? Ada apa? Apa yang terjadi?" Tentara NTC lalu membawa Khadafi ke mobil.

Saat tertangkap, kaki Khadafi tertembak, juga punggungnya. Menurut versi Bakeer dan tentara lain, penguasa Libya berusia 42 tahun itu tertembak oleh orangnya sendiri. "Salah satu pengawal Khadafi menembaknya di dada," kata Omran Jouma Shawan.

Video amatir yang diunggah ke YouTube menguatkan keterangan bahwa Khadafi ditangkap hidup-hidup. Dalam video, Khadafi yang berdarah-darah dan limbung dipapah dua tentara NTC. Sementara itu, tentara pemberontak lainnya berusaha memegang dia sambil berteriak, "Allahu Akbar". Semua pengawal Khadafi tewas.

Saat terakhir Khadafi
Setelah ditangkap, Khadafi ditempatkan di mobil yang lalu melaju ke Kota Misrata. Para saksi mata mengatakan, ia meninggal akibat luka-lukanya itu.

Meski demikian, Perdana Menteri Libya sementara, Mahmoud Jibril, dalam konperensi pers mengatakan luka Khadafi tidak parah saat dibaringkan di dalam mobil. Namun, ia tewas terbunuh saat baku tembak kembali pecah.

"Khadafi dibawa dari pipa drainase, ia tidak melawan. Saat itu ia telah tertembak di bagian lengan kanan. Tak ada luka lain di tubuhnya."

Saat mobil bergerak, ia terjebak dalam baku tembak antara tentara revolusioner dan loyalis Khadafi dan tertembak di bagian kepala. "Dokter forensik tak bisa mengungkap, apakah peluru berasal dari tentara revolusioner atau tentara Khadafi."

Jibril mengatakan, Khadafi tewas beberapa menit sebelum mencapai rumah sakit.

Video amatir lain yang diduga diambil seorang pejuang NTC menunjukkan tubuh Khadafi yang sudah tak bernyawa diseret dan dibaringkan di lantai. Para pejuang kelompok pemberontak yang melihatnya, bersorak-sorai.
Mayatnya kemudian dimuat ke truk dan dibawa ke sebuah lokasi yang dirahasiakan. "Kami membawa tubuh Khadafi ke tempat rahasia demi alasan keamanan," kata Mohamed Abdel Kafi, seorang pejabat NTC di kota Misrata. (Sumber: Al Jazeera | kd)
• VIVAnews