Oleh: Ustadz Nanang Zakaria, S.Pd.I
Generasi rabbany adalah
generasi yang memiliki kualitas dari segi agama, keimanan dan akhlaqul karimah.
Islam sangat peduli terhadap kualitas generasi penerusnya. Untuk itulah Allah
ta’ala mengingatkan kepada setiap orang tua muslim agar senantiasa
mempersiapkan generasi unggulan, dan hendaknya mereka takut jika meninggalkan
generasi yang lemah fisik, mental dan keimanannya. Allah berfirman:
|·÷uø9ur úïÏ%©!$# öqs9 (#qä.ts? ô`ÏB óOÎgÏÿù=yz ZpÍhè $¸ÿ»yèÅÊ (#qèù%s{ öNÎgøn=tæ (#qà)Guù=sù ©!$# (#qä9qà)uø9ur Zwöqs% #´Ïy ÇÒÈ
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya
meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir
terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa
kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang benar.” (QS.
An-Nisaa [4]: 9)
Melahirkan generasi rabbany
merupakan tanggung jawab setiap orang tua muslim. Untuk itulah Rasulullah
shaLlahu ‘alaihi wasallam menganjurkan agar memilih pasangan hidup yang lebih
menjadi prioritas adalah agamanya. Beliau bersabda yang artinya:
Dari Abi Hurairah ra bahwa
Rasulullah SAW bersabda,`Wanita itu dinikahi karena empat hal : karena
agamanya, nasabnya, hartanya dan kecantikannya. Maka perhatikanlah agamanya
kamu akan selamat (HR. Bukhari, Muslim). Demikian juga yang dilakukan
oleh Amirul mukminin Umar Ibnul Khaththab ra. Saat menikahkan Ashim dengan
gadis penjual susu, yang ia tidak mau curang dengan mencampur air ke dalam susu
yang akan dijualnya, walaupun ibunya menyuruh melakukan hal itu. Umar berharap
kelak akan lahir generasi rabbani yang mampu memimpin umat. Beliau berkata: “"Semoga lahir dari
keturunan gadis ini bakal pemimpin Islam yang hebat kelak yang akan memimpin
orang-orang Arab dan Ajam”. Dan terbuktilah dari Rahim sang gadis penjual
susu ini lahirlah anak perempuan bernama Laila yang lebih dikenal dengan Ummu
Ashim. Dan dari rahim Laila inilah lahir seorang adalah seorang khalifah yang
adil lagi bijaksana persis seperti kakeknya, Umar bin Khatab. Anak itu adalah
Umar bin Abdul Aziz, khalifah kedelapan dari Bani Umayyah yang oleh para ulama
disebut sebagai khalifah kelima dari Khulafaur Rasyidin karena jasa-jasa beliau
menghidupkan sunnah ketika ia mulai meredup.
Al-Qur’an
memperingatkan kepada kita bahwa ada 4 tipe anak yang harus diwaspadai dan
hendaknya menjadikan pelajaran bagi orang tua. 4 tipe itu adalah:
1.
Anak hanya menjadi perhiasan
dunia saja
“harta dan anak-anak adalah
perhiasan kehidupan dunia “ (QS. Al-Kahfi[18]: 46). Ada tipe anak yang
hanya menjadi kebanggaan orang tuanya ketika di dunia saja. Mungkin karena
ketampanannya, kecantikannya, kesuksesannya dalam berbisnis, menjadi PNS dll.
Tetapi ia tidak memiliki salimul aqidah (aqidah yang benar), tidak taat
kepada Allah dan Rasul-Nya sering berbuat maksiat, jarang sholat dll. Maka tipe
anak seperti ini hanya dapat menjadi kebanggaan orang tuanya ketika di dunia
saja, sementara di akhirat kelak ia akan tersesat.
2. Menjadi musuh bagi kedua orang tuanya
“Hai orang-orang mukmin,
Sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi
musuh bagimu Maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka….”(QS.
At-Taghabun [64]: 14). Sebagaimana yang telah kita saksikan dan dengar bersama,
baik melalui media elektronik, media cetak atau media masa yang lainnya. Sering
terjadi anak memukul orang tuanya, memperkosa orang tuanya bahkan mereka berani
membunuh orang tuanya. Padahal Allah berfirman yang artinya:
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain
Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.
jika salah seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya sampai berumur lanjut
dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada
keduanya Perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan
ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia.” (QS. Al-Israa [17]: 23). Jika diperhatikan
dari ayat di atas, jelas yang harus dilakukan oleh seorang anak kepada orang
tuanya adalah hendaknya ia besikap yang baik, bahkan dilarang mengucapkan “ah”
atau kata yang semisalnya. Namun ralita yang terjadi dewasa ini justru banyak
anak yang menjadi musuh bagi kedua orang tuanya. Na’udzu billah.
3. Menjadi cobaan kedua orang tuanya
“Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di
sisi Allah-lah pahala yang besar.” (QS. At-Taghabun [64]: 15). Ada tipe anak yang semasa hidupnya hanya
menjadi ujian dan cobaan bagi orang tuanya. Di sekolah sering berkelahi, sering
malak, tawuran, iuran tak pernah dibayarkan, masuk penjara, jadi konsumen dan
pengedar narkoba. Di masyarakat ia selalu meresahkan dengan aksi-aksinya yang
mengganggu dan merugikan.
4. Menjadi anak yang sholih, penyenang hati dan pemimpin orang
bertaqwa
”Dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan Kami, anugrahkanlah
kepada Kami isteri-isteri Kami dan keturunan Kami sebagai penyenang hati
(Kami), dan Jadikanlah Kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.”(QS. Al-Furqan [25]: 74). Tentunya tipe ke 4 inilah
yang menjadi dambaan setiap orang tua dan dambaan Islam. Inilah generasi
rabbani.
Dalam pandangan Islam,keluarga merupakan madrasah pertama bagi
anak-anak. Keluarga- lah yang memiliki andil besar dalam mengenalkan dan
menanamkan prinsip-prinsip keimanan. Keluarga pula yang punya kesempatan besar
membentuk aqliyah dan nafsiyah yang Islami. keluarga merupakan cermin
keteladanan bagi generasi baru. Oleh karena itu, perhatian keluarga terhadap
pendidikan generasi menjadi salah satu faktor penting dalam melahirkan generasi
rabbani. Rasulullah SAW bersabda :
“Setiap anak dilahirkan atas fitrah. Maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan
anak Itu beragama Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (H.R. Bukhori) Secara umum
tanggung jawab keluarga dalam pendidikan generasi anak adalah pertama,
menanamkan keimanan dan aqidah yang benar sebagai dasar bagi anak untuk
menjalani aktivitas hidupnya. Hal ini seperti pengajaran Lukmanul Hakim pada
anaknya dalam Al-Qur’an : “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada
anaknya, diwaktu ia memberi pelajaran sekutukan Allah adalah benar-benar
kezaliman yang besar.” (Q.S. Luqman[31] : 13) Kedua, mengantarkan dan mendampingi anak meraih dan mengamalkan
ilmu setinggi- tingginya dalam koridor taqwa. Pengkajian terhadap tsaqofah
Islam merupakan prioritas bagi pendidikan anak, sebab hal ini akan mengantarkan
anak menjadi faqih fid Diin. Bila orang tua tidak mampu mengajarkannya
sendiri, maka orang tua harus mencarikan jalan agar anaknya dapat mendalami tsaqofah
Islam. Pendalaman dan penguasaan terhadap ilmu pengetahuan umum apapun
semata-mata karena dorongan keimanannya. Sehingga usaha untuk menguasai dan
mengembangkan ilmu bukan atas dasar imbalan materi yang akan didapatkan di masa
depan, tetapi diutamakan pengalamannya mendatangkan kemaslahatan bagi umat
manusia dan pahala serta kemuliaan bagi dirinya. Ketiga, memberikan
keteladanan dan membiasakan beramal sholih. Agar anak terbiasa dengan
lingkungan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Keempat, Mengenalkan
dan mengajarkan cinta pada Rasulullah saw, keluarga dan para sahabatnya. Dengan
menceritakan siroh mereka dan mengamalkan sunnah-sunnah beliau saw. Tidak
melakukan bid’ah, khurafat dan tahayul. Kelima, membentengi anak
dari virus sipilis (Sekulerisme, Pluralisme, dan Liberalisme) agar kelak
anak tidak menjadi para penentang agama.
Melahirkan generasi rabbani
adalah sebuah keniscayaan, asalkan orang tua bersungguh sungguh dalam
mengupayakannya. Tentunya dalam mewujudkannya pasti banyak rintangan dan
halangan. Apalagi musuh bebuyutan manusia tidak akan pernah tingal diam
menyaksikan musuhnya menjadi umat yang di ridhoi Allah swt dan selamat dunia
dan akhirat. Namun hal itu justru menjadi tantangan bagi umat manusia agar
senantiasa berusaha dan tidak putus asa dari rahmat Allah swt. Mari bersama
melahirkan generasi rabbani. Tamat.